Rabu, 25 April 2012

Pengertian Perjanjian jual beli barang

Sudikno Mertokusumo  mendeļ¬nisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian dideļ¬nisikan sebagai hubungan hukum karena didalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu perbuatan penawaran (offer aanbod) dan perbuatan penerimaan (acceptance, aanvaarding).

Dalam pasal 1457 KUHPerdata disebutkan bahwa jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang satu lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Jadi pengertian jual-beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Perjanjian jual-beli dalam KUHPerdata menentukan bahwa obyek perjanjian harus tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas atas barang tersebut kepada pembeli.

Sementara itu, KUHPerdata mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak (barang tetap), dan barang tidak berwujud seperti piutang, penagihan, atau claim.

Surat perjanjian jual beli merupakan akta sesuatu surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus ditandatangai, harus dibuat dengan sengaja dan harus untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Di dalam KHUPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867 sampai pasal 1880.

Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atauterjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli dsb.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai.

Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.

Pengertian Bangsa

 
 Menurut antropologi, pengertian bangsa adalah pengelompokan manusia yang keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan fisik, bahasa, dan keyakinan. Jika ditinjau secara politis, bangsa adalah pengelompokan manusia yang keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan nasib dan tujuan. Di samping itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa serta wilayah tertentu di muka bumi.
Sejarah timbulnya bangsa-bangsa di dunia berawal dari benua Eropa. Pada akhir abad XIX, di benua Eropa timbul berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan tersebut mengakibatkan kerajaan-kerajaan besar di Eropa seperti Kerajaan Austria-Hongaria, Turki, dan Prancis terpecah menjadi negara-negara kecil. Banyaknya gerakan kebangsaan di Eropa saat itu dan keberhasilan mereka menjadi bangsa yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada kehidupan wilayah lain. Di Asia, banyak negara jajahan memberontak untuk memerdekakan diri dari kekangan penjajahnya.
Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah kesatuan solidaritas yang terdiri dari orang-orang yang saling merasa setia satu sama lain. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu kesatuan solidaritas yang besar yang tercipta oleh suatu perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan oleh orang-orang yang bersedia berbuat untuk masa depan. Bangsa memiliki masa lampau, tetapi ia melanjutkan diri pada masa kini, melalui suatu kenyataan yang jelas, yaitu kesepakatan dan keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk terus hidup bersama . Oleh karena itu, suatu bangsa tidak bergantung pada persamaan asal ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis. Akan tetapi, kehadiran suatu bangsa seolah-olah merupakan suatu kesepakatan bersama yang terjadi setiap hari (Bachtiar, 1987: 23).
Benedict Anderson mendefinisikan bangsa agak berbeda jika dibandingkan dengan pendapat pakar yang lain. Menurut Anderson, bangsa adalah komunitas politik yang dibayangkan (imagined political community) yang artinya tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Komunitas politik yang dibayangkan ini terdapat dalam suatu wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat. Dikatakan sebagai komunitas politik yang dibayangkan karena bangsa yang paling kecil sekalipun para anggotanya tidak saling mengenal. Dibayangkan secara terbatas karena, bangsa yang paling besar sekalipun yang penduduknya bisa lebih dari satu milyard seperti RRC, tetap memiliki batas wilayah yang jelas. Dibayangkan berdaulat karena bangsa ini berada di bawah kekuasaan suatu negara yang memiliki kekuasaan atas suatu wilayah dan bangsa tersebut. Akhirnya, bangsa tersebut sebagai komunitas yang dibayangkan karena terlepas dari kesenjangan dan para anggota bangsa itu selalu memandang satu sama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan sebangsa inilah yang menyebabkan berjuta-juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan itu (Surbakti, 1992:42).
Dalam pandangan Otto Bauer, bangsa adalah suatu persatuan perangai yang timbul karena persamaan nasib. Soekarno, dengan berbasis geopolitiknya, menekankan persatuan antara orang dengan tanah airnya sebagai syarat bangsa. Menurut Mohammad Hatta, bangsa adalah suatu persatuan yang ditentukan oleh keinsyafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi satu yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan bertambah besar karena seperuntungan, malang sama diderita, mujur sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak (Sutrisno, 1983: 38).
Dari uraian di atas dapat dipetik intisari bahwa pengertian bangsa lebih mengandung corak kerohanian dari pada corak lahiriah, yaitu sekelompok manusia yang mempunyai keinginan, kehendak, perasaan, pikiran, jiwa, semangat untuk bersatu. Faktor yang mendorong mereka bersatu karena adanya kesamaan yang di antaranya dalam hal cita-cita/tujuan/kepentingan, fisik biologis (ras), wilayah (tanah air), sejarah (masa lalu), nasib, agama, bahasa, budaya, dan sebagainya. Tiap-tiap bangsa tentunya mempunyai corak tersendiri yang melatar belakangi mereka untuk bersatu. Berkaitan dengan faktor penyatu, Noor M. Bakry (1994:109) berpendapat bahwa bangsa dapat dikelompokan jadi dua, yaitu (i) bangsa alami atau bangsa yang disatukan karena faktor darah atau keturunan dan (ii) bangsa negara atau bangsa yang disatukan karena kesamaan cita-cita atau kepentingan yang natinya terwujud sebagai nasionalisme.