Menurut S.L. Witman, seperti
dikutip Inu Kencana Syafi’i (2001), terdapat empat ciri yang membedakan
sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Sistem pemerintahan
parlementer memiliki ciri sebagai berikut: (i) didasarkan pada prinsip
kekuasaan yang menyebar (diffusion of power), (ii) terdapat saling
bertanggung jawab antara eksekutif dengan parlemen atau legislatif,
sehingga eksekutif (perdana menteri) dapat membubarkan parlemen, begitu
pula parlemen dapat memberhentikan kabinet (dewan menteri) ketika
kebijakannya tidak diterima oleh mayoritas anggota parlemen, (iii) juga
terdapat saling bertanggung jawab secara terpisah antara eksekutif
dengan parlemen dan antara kabinet dengan parlemen, serta (iv) eksekutif
(perdana menteri, kanselir) dipilih oleh kepala negara
(raja/ratu/presiden) yang telah memperoleh persetujuan dan dukungan
mayoritas di parlemen. Sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri
sebagai berikut: (i) didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan
(separation of power), (ii) eksekutif tidak memiliki kekuasaan untuk
membubarkan parlemen maupun ia (eksekutif) harus berhenti ketika
kehilangan dukungan dari mayoritas anggota parlemen, (iii) tidak ada
hubungan saling bertanggung jawab antara presiden dan kabinetnya kepada
parlemen; kabinet secara keseluruhan bertanggung jawab kepada presiden
(chief executive), (iv) eksekutif dipilih oleh para pemilih (para
pemilih dimaksudkan adalah rakyat yang melakukan pemilihan secara
langsung atau pemilihan secara tidak langsung melalui dewan pemilih
(electoral college).
Penyebaran kekuasaan (diffusion
of power) sebagai salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer tampak
pada pemerintahan koalisi multipartai. Apabila koalisi terjadi karena
proses negoisasi yang intensif, hal itu akan melahirkan konsensus yang
kuat dan akan memberikan sumbangan terwujudnya kehidupan politik yang
stabil. Di dalam sistem kekuasaan yang menyebar, di samping
memperlihatkan dinamika politik yang tinggi karena berpotensi untuk
melahirkan veto, apabila masing-masing kekuatan politik tidak bijaksana
dapat saja melahirkan jalan buntu yang menimbulkan ketidakstabilan
politik. Sebaliknya, pemisahan kekuasaan (separation of power) pada
sistem pemerintahan presidensial cenderung meminimalkan veto dan jalan
buntu karena adanya check and balance (saling kontrol dan saling imbang)
antarlembaga tinggi negara sehingga dapat dicegah diktatorisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar