Menurut antropologi, pengertian bangsa adalah pengelompokan manusia yang
keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan fisik, bahasa, dan keyakinan. Jika
ditinjau secara politis, bangsa adalah pengelompokan manusia yang
keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan nasib dan tujuan. Di samping itu, ada
pula pendapat yang mengatakan bahwa bangsa adalah orang-orang yang memiliki
kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarah serta berpemerintahan
sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dikemukakan bahwa bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya
terikat karena kesatuan bahasa serta wilayah tertentu di muka bumi.
Sejarah timbulnya bangsa-bangsa di dunia berawal dari benua Eropa. Pada
akhir abad XIX, di benua Eropa timbul berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan
tersebut mengakibatkan kerajaan-kerajaan besar di Eropa seperti Kerajaan
Austria-Hongaria, Turki, dan Prancis terpecah menjadi negara-negara kecil.
Banyaknya gerakan kebangsaan di Eropa saat itu dan keberhasilan mereka menjadi
bangsa yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada kehidupan wilayah lain.
Di Asia, banyak negara jajahan memberontak untuk memerdekakan diri dari
kekangan penjajahnya.
Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah kesatuan solidaritas yang
terdiri dari orang-orang yang saling merasa setia satu sama lain. Bangsa adalah
suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu kesatuan solidaritas yang besar yang
tercipta oleh suatu perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan
oleh orang-orang yang bersedia berbuat untuk masa depan. Bangsa memiliki masa
lampau, tetapi ia melanjutkan diri pada masa kini, melalui suatu kenyataan yang
jelas, yaitu kesepakatan dan keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk
terus hidup bersama . Oleh karena itu, suatu bangsa tidak bergantung pada
persamaan asal ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain
yang sejenis. Akan tetapi, kehadiran suatu bangsa seolah-olah merupakan suatu
kesepakatan bersama yang terjadi setiap hari (Bachtiar, 1987: 23).
Benedict Anderson mendefinisikan bangsa agak berbeda jika dibandingkan dengan
pendapat pakar yang lain. Menurut Anderson, bangsa adalah komunitas politik
yang dibayangkan (imagined political
community) yang artinya tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Komunitas
politik yang dibayangkan ini terdapat dalam suatu wilayah yang jelas batasnya
dan berdaulat. Dikatakan sebagai komunitas politik yang dibayangkan karena
bangsa yang paling kecil sekalipun para anggotanya tidak saling mengenal.
Dibayangkan secara terbatas karena, bangsa yang paling besar sekalipun yang
penduduknya bisa lebih dari satu milyard seperti RRC, tetap memiliki batas
wilayah yang jelas. Dibayangkan berdaulat karena bangsa ini berada di bawah
kekuasaan suatu negara yang memiliki kekuasaan atas suatu wilayah dan bangsa
tersebut. Akhirnya, bangsa tersebut sebagai komunitas yang dibayangkan karena
terlepas dari kesenjangan dan para anggota bangsa itu selalu memandang satu
sama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan sebangsa inilah
yang menyebabkan berjuta-juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan
itu (Surbakti, 1992:42).
Dalam pandangan Otto Bauer, bangsa adalah suatu persatuan perangai yang
timbul karena persamaan nasib. Soekarno, dengan berbasis geopolitiknya,
menekankan persatuan antara orang dengan tanah airnya sebagai syarat bangsa. Menurut
Mohammad Hatta, bangsa adalah suatu persatuan yang ditentukan oleh keinsyafan
sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi satu yang terbit karena percaya
atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan bertambah besar karena
seperuntungan, malang sama diderita, mujur sama didapat, oleh karena jasa
bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat
bersama yang tertanam dalam hati dan otak (Sutrisno, 1983: 38).
Dari uraian di atas dapat dipetik intisari bahwa pengertian bangsa lebih mengandung
corak kerohanian dari pada corak lahiriah, yaitu sekelompok manusia yang
mempunyai keinginan, kehendak, perasaan, pikiran, jiwa, semangat untuk bersatu.
Faktor yang mendorong mereka bersatu karena adanya kesamaan yang di antaranya dalam
hal cita-cita/tujuan/kepentingan, fisik biologis (ras), wilayah (tanah air),
sejarah (masa lalu), nasib, agama, bahasa, budaya, dan sebagainya. Tiap-tiap
bangsa tentunya mempunyai corak tersendiri yang melatar belakangi mereka untuk bersatu.
Berkaitan dengan faktor penyatu, Noor M. Bakry (1994:109) berpendapat bahwa
bangsa dapat dikelompokan jadi dua, yaitu (i) bangsa alami atau bangsa yang
disatukan karena faktor darah atau keturunan dan (ii) bangsa negara atau bangsa
yang disatukan karena kesamaan cita-cita atau kepentingan yang natinya terwujud
sebagai nasionalisme.